MENGEMBALIKAN IA YANG MUNGKIN TELAH HILANG DARI PARA PEMUDA

“Terkadang seorang pemuda tumbuh di tengah umat yang sejahtera dan tenang,  kekuasaannya kuat  dan kemakmuran meluas, akhirnya ia lebih banyak memperhatikan dirinya daripada memperhatikan umatnya, bersenang-senang  dan hura-hura dengan perasaan lega dan hati tenang (tanpa merasa berdosa).”
”Ada juga pemuda yang tumbuh di tengah umat yang berjuang dan bekerja keras karena dijajah bangsa lain dan urusannya dikendalikan secara zalim oleh musuhnya.  Umat ini berjuang semampunya untuk mengembalikan hak yang dirampas,  tanah air yang terjajah,  kebebasan yang hilang,  kemuliaan yang tinggi,  sarta idealisme yang luhur.  Pada saat itu,  kewajiban mendasar bagi pemuda tersebut adalah memberikan perhatian lebih besar kepada umatnya daripada kepada dirinya sendiri.”
(Majmu'aturrasail, hlm. 70–72)
Kalau kita bicara soal pemuda, artinya kita bicara soal diri kita sendiri. Kalau kita menengok dua kutipan paragraf di atas, termasuk kategori manakah kita? Pertama, atau Kedua?
Secara fisik, mungkin kita termasuk sebagai kategori pertama. Kita hidup di negeri yang Alhamdulillah sudah merdeka, tidak ada perang fisik dsb. Namun, sepertinya pemikiran kita tidak semerdeka fisik kita. Malahbsepertinya lebih tergambar melalui kategori kedua, yakni terjajah, dirampas, direndahkan.
Mungkin tanpa kita sadari, pemikiran pihak-pihak yg membenci Islam masih menggerogoti kepala kita, sehingga kita diarahkan untuk menjadi pemuda kategori pertama, yakni pemuda yang “ lebih banyak memperhatikan dirinya daripada memperhatikan umatnya, bersenang-senang  dan hura-hura dengan perasaan lega dan hati tenang (tanpa merasa berdosa).” Na'udzubillah.
Tanpa kita sadari, pandangan kita dibuat kabur tentang Islam itu sendiri. Kita dijejali stigma-stigma negatif yang mendiskreditkan Islam, sehingga kita malah anti terhadap Islam itu sendiri. Kita dibuat tidak acuh dengan permasalahan umat, dibuat tidak peduli dengan permasalah agama sendiri dan lebih acuh terhadap urusan lain yang membuat kita terbuai tanpa dasar keislaman.
Orientasi kita sebagai pemuda yang sedang menuntut ilmu diarahkan kepada hal-hal duniawi saja, sedangkan kita lupa untuk berpikir, “kontribusi apa yang bisa saya berikan untuk Islam ketika saya sudah sarjana nanti?”
Mungkin, ini semua terjadi karena fikrah (pemikiran) kita terkalahkan oleh fikrah-fikrah lain yang ingin Islam hancur. Lalu, bagaimana solusinya?
Ada fikrah yang harus kita kembalikan ke dalam diri kita, dan “fikrah itu adalah Islam yang hanif (lurus), tiada cacat di dalamnya, tiada kejelekan bersamanya dan tiada kesesatan bagi yang mengikutinya”
(Majmu'aturrasail, hlm. 74)
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu sebagai agama bagimu”
[Surah Al-Ma'idah ayat 3]
#FMABiologi2015

Oleh: Muhammad Naufal Nur
Untuk: FMA Biologi FMIPA UI 2015

Sabtu, 5 Maret 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MUSLIHAT

يا إسرائيل