Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2016

Ranah Baru

Menyambangi ranah baru emang gak mudah :"( Makan tenaga, hati, pikiran. Padahal ini masih bakal dijalani sekiranya minimal satu setengah tahun ke depan. ya…hanya bisa menyemangati diri sendiri ~ Entah. Kamu memang sudah kehilangan ‘rumah’ dua kali. Tapi, siapa tau ini adalah rumah yang kau maksud itu, Fal. Meskipun bukan dalam konteks yang lebih formal dan terikat. Wallahu a'lam. Allah yang paling tau bagaimana caranya supaya kita terbina, supaya kita berkembang, supaya kita semakin dewasa. Ya.…lagi-lagi, hanya bisa menyemangati diri sendiri~

MASA BODO

Dentingan logam dan kaca tak berarti Memecah sepi, dalam perenungan malam Ah, mungkin angin lewat Ah, masa bodo Dentingan lagi satu dua kali Menggila apa entah tak pasti Tetapi, iyakah perundakan tetap menunggu sepi? Mungkin lelah terlalu lelah Sampai remuk tubuh tak ingin dikejar Sampai hangus tulang tak jua dipuja Sampai kering asa tak jua dikeluhkan Mungkin jenuh terlalu jenuh Sampai peradangannya jua tak ubah Sampai kesendiriannya jua tak ingat Ah, mungkin jenuh pula benak dalamnya Masa bodo insan intelektual Tak gerak, tak pindah jemari tangannya Masa bodo lidah-lidah kebijakan Tak tahu di luar jendela, tak tahu di balik pintu Ah, masa bodo dunia Sampai perenungannya hilang dari perenungannya Sampai asa mungkin tak lagi asa Sampai kicau bibir-bibir manis pudar dari telinga

BERANJAKLAH

Kulihat tatapanmu begitu dalam Entah apa makna Mungkin benak dalam pelayangannya sejenak Satu, dua, tiga Tak kunjung beranjak Empat, lima, enam Derap pun tak kunjung terdengar Sepertinya jiwa-jiwanya masih dalam peraduan Ah, pergilah dikau Buka jendela kamarmu Tidak kah kau lihat mentari ingin berbagi keceriaan? Tapi, apa jua ia Kau tetap saja dalam kerapian persilangan kedua kakimu Tetap di situ Tak beranjak Ah, gila Mungkin gila aku kau kata Tapi, tidak gila kah jika semua tak beranjak Tidak gila kah kaki-kakimu masih tersimpul rapi? Tidak gila kah ketika peraduan dalam peraduannya sendiri? Ah, buta Mungkin buta aku kau kata Tapi, matahari sendiri yang tersenyum untukmu Lalu, buta siapa punya? Beranjaklah dikau Beranjaklah Berjalanlah dikau, lalu lari Lelah sudah, duduklah sebentar di samping ayah Lalu lekaslah kau gantikan senyuman matahari

Jatuh Ukhuwah

Ketika sebuah ikatan batin tercipta bukan karena hubungan darah. Ketika sebuah perasaan menguasai jiwa akan orang-orang yang selalu membersamai kita dalam berjuang. Ketika setiap langkah dalam benak dan realita selalu berada dalam derap yang selaras. Ah, mungkin itu kebetulan. Tetapi ikatan dan perasaan itu tidaklah begitu sederhana untuk menjadi sebuah kebetulan. Mungkin Sang pemiliki hati memang mengikat hati-hati para hamba-Nya dalam cinta kepada-Nya. Mungkin Sang pemilik jiwa telah mempersatukan jiwa-jiwa para hamba-Nya dalam naungan kasih sayang-Nya. Entah mengapa, ia terlalu manis untuk terus dinikmati. Tetapi tak mungkin kuat jiwa dan hati yang telah terhimpun tadi untuk lepas dari dekapannya. Ah, mungkin jiwa-jiwa sudah melebur jadi satu. Sampai batas jarak dan waktu memang tak ada arti. Ketika raga-raga yang berbeda seakan milik sendiri. Ketika selimut yang menghangatkan terasa lebih berhak untuk dikenakan raga yang lain, sedangkan raga sendiri masih dalam gemetarnya. Tetap

Rumah Lain

Terkadang, aku masih suka bertanya-tanya, apakah untuk berkembang kita harus berada di sebuah rumah yang lain? Apakah untuk berkembang kita harus berada dalam sebuah program? Karena kupikir demikian. Sudikah dua tiga insan di sana menjawab kebingunganku? Ya, benar. Tidak, tidak harus begitu. Entah mana jawaban yang akan kudapat, tetapi berkembang itu butuh tempat. Butuh orang-orang di luar keseharian formal kita yang disebut sebagai keluarga pula. Ya, manusia-manusia di kampus ini tidak cukup untuk menggemblengmu apa adanya untuk menjadi seseorang yang luar biasa. Empat lima lembaga yang kau ikuti tidak akan pernah cukup untuk menjadikanmu seseorang yang lebih bermakan dan memaknai. Karena di rumah lain itu, kau akan menemukan cara pandang yang lain. Sisi berbeda yang membuat pola pikirmu semakin luas. Pola keseharian baru yang mengoreksi setiap salah langkah yang sebenarnya sering kita lakukan. Ya, aku hanya ingin mencari sebuah rumah lain untuk belajar, untuk berkembang, untuk men